Jumat, 03 Agustus 2012

Cerita fiksi, ngawur

Suatu hari di alam pikiranku terjadi dialog antara sepasang kekasih. Sebut saja si D dan A. Sebelumnya si D membaca tulisan sang kekasih di sebuah jejaring sosial, dia merasa sedih tapi tidak tahu kenapa. Si D lalu menanyakannya langsung kepada si A, sok beri perhatian mungkin. Namun sebenarnya si D memang peduli kepada kekasihnya (penulis yang sok tahu).

"kenapa, sayang?. Kok tulis begitu?" tanya si D

"kan udah di tulis, tidak tahu kenapa" jawab sang kekasih singkat

"iya, ya. Tidak digaris bawahi sih, tidak tahu kenapanya" ketus si D

"tidak kenapa-napa kok sedih. Tidak mau kasih tahu lagi" gumam si D dalam hati

"ini bukan masalah kesenangan atau kesedihan, Sayang. Tapi aku adalah tempatmu berbagi segala hal" ujar si D mencoba meyakinkan kekasihnya

" tidak kenapa-napa sayang. Adek sayang sama Ayankk. Tidak ada yang disembunyikan" ucap si A

"lha, itu apa? Kok disembunyikan. Tidak mau kasih tahu" si D berkata dalam hati (memang lihai si penulis, bisa tahu kata hati si D)

"kamu gak paham, Ayankk" ungkap si D

"apa? Berbagi kan?" kata si A sekenanya

"yah,, tuh dia paham. Kok dia tidak mau kasih tau juga, Penulis?" tanya si D dalam hati ke penulis

Cerita mulai ngawur. Tapi lanjutkan aja.

"mana ku tahu" jawab Penulis sambil angkat tangan

"ah,, penulis tanggung jawab dong. Kan penulis yang buat cerita. Suara hatiku bisa kamu baca. Masak, suara hati si A tidak bisa penulis baca. Kasih tahu lah, apa yang dikatakan si A dalam hatinya" si D berucap panjang lebar sembari kesal

"hmmm,, gimana ya.. Kasih tahu gak ya.." ledek penulis

"kasih tahu gak?" si D tambah tambah kesal dan langsung mencekik si penulis

"suara hati si A hanya dia yang tahu. Oya,, si jejaring sosial mungkin pun tahu" sambung si penulis sambil berkelakar walau ajal sudah dekat karena dicekik lemas oleh si D

Wah, ceritanya tambah ngawur nih. Tapi lanjut saja, mungkin jadi menarik nanti.

"jadi bagaimana? Kok penulis hanya tahu kata hatiku saja, si A kok tidak. Apa yang harus dilakukan? Batin si D

"tanyakan langsung si A. Kenapa?" jawab penulis pendek

"kan udah ditanyakan langsung. Dia tidak mau menjawab. Bagaimana sih penulis kok lupa dengan yang ditulisnya diatas" ketus si D

"iya ya" jawab penulis sambil bersiul

"sayang, kenapa?" tanya si D

"szzzzz" si A sudah tidur rupanya.

Eh, tidur di mana? Tapi si D dan si A ngobrol berdua. Lalu penulis ikut-ikutan nimbrung. Ah, cerita ngawur apa nih.

"bagaimana dong, penulis. Dia sudah tidur. Tadi ditanyakan pun tidak mau jawab" tanya D ke penulis

"tunggu saja" penulis menjawab

"ah, penulis. Kasih tahu saja apa yang dipikirkan si A?"

"tidak tahu" penulis berujar

"jangan begitu lah penulis. Kasih tahu. Suara hatiku saja bisa penulis tahu. Tapi kok suara hati si A tidak bisa penulis tahu" si D mulai memaksa kembali

"gak tahu" jawab penulis

"masak, hanya suara hati ku saja yang penulis tahu. Suara hati si A tidak tahu. Atau jangan-jangan penulis juga tidak tahu apa yang pikirkan atau suara hati orang lain. Jadi, kenapa hanya aku yang penulis tahu" si A berucap panjang

"aku bukan paranormal kok. Namun untuk suara hatimu , apa yang menjadi pikiranmu aku bisa tahu. Namun untuk si A apa yang dipikirkannya, apa yang suarakan hatinya, hanya dia saja yang tahu. Kamu yang sebagai kekasihnya walau pun dekat hatimu dengan hatinya tetap harus menanyakannya dengan mulutmu melalui ucapanmu atau dengan tanganmu melalui tulismu. Tunggu saja. Kalau dia memang menyayangimu dia akan selalu ada untukmu, menjawab segala tanyamu, tidak membisukanmu. Seperti halnya kamu menyanyanginya selama ini" ulas penulis panjang lebar

"sebenarnya penulis ini siapa?" lanjut si A bertanya





"aku adalah kamu" si penulis terpaksa bicara

Kamis, 02 Agustus 2012

nyatakanlah

Jangan katakan cinta. Itu yang sering didengar selama ini. Atau aku menyayanginya namun anda diam tidak mengungkapkannya. Kemudian anda memakluminya dengan biar dia menyadarinya sendiri.

Aku tidak ingin begini. Aku akan selalu mengucapkan rasaku kepadamu selaras dengan sikap. Akan selalu aku ungkapkan walau kamu merasa bosan mendengarnya.

Jangan bosan ya sayang,, atau aku akan diam saja. Dan tak akan pernah katakan dan ungkap lagi